Aksi Tutup Mulut SPKEP
SPSI
Sebagai Protes atas
Ketidakpedulian Pemerintah dan Hilangnya Perlindungan kepada Rakyat Indonesia
khususnya Pekerja Indonesia atas Kebijakan Ekonomi Liberal yang Inkonstitusional
Jakarta, 12 Agustus 2016
Tidaklah kami berdiri dengan sangat yakin,
meskipun lutut kami goyah karena haus dan lapar, melainkan karena perjuangan
ini adalah seutuhnya demi nasib anak cucu dan masa depan Bangsa Kami, demi hak
kami yang telah diamanatkan oleh para pendiri bangsa.
Setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang
layak bagi kemanusiaan
(
Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 )
Berdasarkan
data dari BPS pada bulan Februari tahun 2016 jumlah penduduk Indonesia ada
sebanyak 258,7 juta orang. Jumlah angkatan kerja sebanyak 127, 67 orang, yang
bekerja sejumlah 120,65 juta dan pengangguran sebanyak 7,02 juta orang.
Dengan
melihat tingginya jumlah pengangguran, banyaknya pekerja asing yang membanjiri
Negara Indonesia sudah pasti sangat meresahkan rakyat, terlebih jika para
pekerja asing ini melakukan pekerjaan-pekerjaan kasar yang tidak memerlukan
banyak keterampilan yang sebenarnya sangat mampu dikerjakan oleh tenaga kerja
Indonesia sendiri, ditambah sebagian dari pekerja asing itu masuk secara
illegal menggunakan visa berkunjung/wisata bahkan dengan menyelundup.
Seperti
terjadi di beberapa perusahaan di beberapa daerah diantaranya, Jakarta, Bekasi,
para pekerja asing itu mendapatkan upah berkali-kali lipat lebih besar
dibandingkan dengan upah bagi pekerja lokal meskipun jenis pekerjaan yang
dilakukan sama. Sebuah ironi bagi bangsa yang kaya dan makmur, rakyatnya
menderita dan menjadi penonton di negerinya sendiri. Lalu dimanakah pemerintah
saat ini berada, apakah peranannya???
Dan
itulah sebenar-benarnya kenyataan, justru pemerintah menjadi aktor yang membuka
pintu-pintu Negara terbuka dengan sangat leluasa atas nama globalisasi, nyaris
tanpa proteksi, menggelar karpet merah bagi kepentingan para investor, yang
hari ini trendnya bukan hanya modalnya saja yang masuk, akan tetapi juga dengan
persyaratan invenstor asing harus dibebaskan membawa serta juga para pekerja
dari Negara asal investor. Di sisi lain, menutup mata terhadap nasib pekerja
bangsa sendiri, para penganggur yang berjubel, tidak memperdulikan kepastian
kerjanya, terlebih masalah kesejahteraannya, sudah tidak ada sedikitpun menjadi
target pembangunan.
Inpres
No.9 Tahun 2013 yang diikuti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015
tentang Pengupahan sebuah hal nyata atas sengitnya tekanan yang dilakukan oleh
pemerintah untuk membangun politik upah murah.
Kebijakan
liberalisasi di bidang ketenagakerjaan ini merupakan turunan dari kebijakan
ekonomi liberal yang diusung pemerintah melalui berbagai perjanjian
internasional yang dibuat atas kendali dari lembaga keuangan internasional.
Ratifikasi
ASEAN Charter (Piagam ASEAN) melalui UU No.38 Tahun 2008 yang mendorong
terbentuknya pasar tunggal ASEAN, yang membebaskan arus barang dan jasa
termasuk tenaga kerja merupakan sebuah tindakan pemerintah yang sangat
sembrono, apalagi mengingat perjanjian tersebut dibuat tanpa adanya jalan
keluar. Sementara fakta yang ada menunjukan bahwa Indonesia hanya menjadi pasar
yang potensial bagi Negara lain akan tetapi tidak bisa memasarkan produknya,
bukanlah merupakan perjanjian yang saling menguntungkan karena lebih banyak
kerugian yang diderita oleh Negara dan Bangsa Indonesia dibanding dengan
keuntungannya yang dampaknya tentu saja sangat dirasakan oleh seluruh lapisan
masyarakat, termasuk masyarakat pekerja.
Perjanjian
perdagangan bebas/FTA antara Indonesia dengan China dalam kerangka Perjanjian
perdagangan bebas ASEAN dengan China (ACFTA) selama 5 tahun terakhir, Indonesia
selalu mengalami deficit perdagangan. Dari data neraca perdagangan yang dilaporkan Badan Pusat Statistik (BPS),
Indonesia mencatatkan nilai ekspor ke China sebesar US$ 2,84 miliar dalam kurun
waktu Januari-Maret 2016. Angka ini melorot 9,34 persen dibanding realisasi
periode yang sama sebelumnya US$ 3,13 miliar. Sedangkan khusus di Maret ini,
realisasi ekspor ke China senilai US$ 1 miliar. Sedangkan impor Indonesia dari
China di kuartal I 2016 mencapai US$ 7,12 miliar, turun dibanding periode yang
sama tahun lalu senilai US$ 7,45 miliar. Sedangkan pada bulan Maret saja, China
telah memasok produk non migas dengan nilai US$ 2,25 miliar ke Indonesia.
Dalam
pertemuan Pertemuan Tingkat Tinggi Kedua Indonesia-Cina untuk membahas Kerja
Sama Ekonomi juga dibahas isu mengenai industri dan investasi, diantaranya
termasuk isu izin tinggal bagi tenaga kerja asing, kawasan industri terpadu,
pembebasan tanah untuk pembangunan infrastruktur serta kerja sama dalam bidang
energi, pertanian dan perikanan serta keuangan, semuanya merupakan skema yang
disusun yang dampaknya akan membuat Indonesia mengalami keterpurukan lebih
dalam, Bilateral Currency Swap Agreement antara Indonesia dan Cina, juga
dibahas mengenai perpanjangan masa kerja sama yang rencananya berakhir pada
Oktober 2016 itu, dengan mencakup nilai kerja sama baru, dari sebelumnya 100
miliar Yuan, menjadi 130 miliar Yuan (265,7 Trilyun). Di sini semakin dalam
juga Indonesia akan terbenam dalam perjanjian yang timpang yang akan membawa
kerugian yang lebih besar bagi bangsa dan rakyat Indonesia. Akan menjadi apakah
pekerja dan rakyat Indonesia di kemudian hari??? Budak di negeri sendiri???
Pemerintah
telah menafikan hakikat keberadaannya sebagai Lembaga penyelenggara Negara yang
seharusnya mempunyai tujuan untuk memajukan kesejahteraan umum dan melindungi
segenap Bangsa Indonesia (Pembukaan UUD 1945 Alinea ke-4), dimana masyarakat
Pekerja menjadi bagian tidak terpisahkan dari Bangsa dan Rakyat Indonesia yang
juga harus dilindungi.
Dengan
situasi seperti itu, dengan membawa keprihatinan dan didorong semangat
kebangsaan, sebagai bentuk perlawanan terhadap kebijakan pemerintah yang
inkonstitusional dan merugikan masyarakat pekerja, perwakilan keluarga besar
SPKEP SPSI yang berasal dari wilayah Jabodetabek, Jabar dan Banten sejumlah
5000 orang melakukan aksi unjuk rasa damai dengan aksi tutup mulut sebagai
simbol matinya sensitivitas Pemerintah terhadap kepedulian dan perlindungan
terhadap rakyat Indonesia, khususnya bagi rakyat pekerja dan menyampaikan
petisi menuntut pemerintah untuk:
1. Segera keluar dari berbagai perjanjian
internasional yang merugikan rakyat Indonesia; ASEAN CHARTER (MEA), AFTA, ACFTA
dan FTA lainnya dan kembali pada sistem Ekonomi berbasis Pancasila dan UUD 1945
sebelum amandemen
2. Menolak masuknya pekerja asing ilegal dan
melakukan deportasi kepada pekerja asing illegal
3. Mencabut PP No.78 Tahun 2015 tentang Pengupahan
dan Peraturan turunannya.
4. Perbaiki pelayanan BPJS Kesehatan dan
Ketenagakerjaan dan wujudkan kepastian pelayanan kesehatan bagi masyarakat.
5. Hentikan Kriminalisasi terhadap Aktifis Serikat
Pekerja/Serikat Buruh.
Demikian
Pers Release ini dibuat agar dapat diketahui.
Jakarta, 12 Agustus 2016
Hidup SPKEP SPSI, Hidup Pekerja Indonesia, Hidup Rakyat Indonesia
Bersatu dan Berjuanglah, untuk Indonesia yang lebih bermartabat.
TERBUNGKAM BANGKIT MELAWAN